I.Konsep Dasar Keselamatan Kerja
1.1.Pengertian Dasar Safety
Safety
berasal dari bahasa Inggris yang artinya keselamatan. Kata-kata safety
sudah sangat popular dan dipahami oleh hampir semua kalangan. Bahkan
sebagian besar perusahaan lebih suka menggunakan kata safety dari pada
keselamatan. Misalnya hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang
manufaktur memiliki Departemen Safety atau Safety Departement. Safety
dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang terbebas dari
kecelakaan atau bahaya baik yang dapat menyebabkan kerugian secara
material dan spiritual. Penerapan safety pada umumnya berkaitan dengan
pekerjaan sehingga safety lebih cenderung diartikan keselamatan kerja.
Bahkan saat ini safety sudah tidak dapat dipisahkan dengan kesehatan
(Health) dan lingkungan (Environment) atau yang lebih dikenal dengan
Safety Health Environment (SHE),ada juga yang menyebutnya Occupational
Health &Environment Safety (OH&ES). Maka secara lebih luas
safety dapat diartikan sebagai kondisi dimana tidak terjadinya atau
terbebasnya manusia dari kecelakaan,penyakit akibat kerja dan kerusakan
lingkungan akibat polusi yang dihasilkan oleh suatu proses industri.
Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau terjadinya kondisi
tidak aman dapat dipelajari dengan pendekatan keilmuan atau pendekatan
praktis yang kemudian dikembangkan menjadi konsep dan teori tentang
kecelakaan. Pada umumnya teori tentang kecelakaan memusatkan perhatian
pada tiga faktor penyebab utama kecelakaan yaitu peralatan,cara kerja
dan manusia atau pekerja. Seorang ahli keselamatan kerja Heinrich (1931)
mengembangkan suatu konsep atau teori terjadinya kecelakaan yang
dikenal dengan teori domino. Berdasarkan teori ini suatu kecelakaan
terjadi dapat diakibatkan olehlimafaktor yang berdampak secara berurutan
seperti limat batu domino yang dideret berdiri sejajar,yang apabila
batu yang didepan jatuh akan mengakibatkan jatuhnya batu-batu yang ada
dibelakangnya secara berantai. Kelima faktor tersebut adalah
kebiasaan,kesalahan seserorang,perbuatan,kondisi tidak aman dan
kecelakaan. Menurut teori ini apabila rantai penyebab tersebut di putus
atau salah satu batu domino tersebut dihilangkan maka kecelakaan dapat
dihindarkan.
Pada tahun 1967 seorang ahli safety lain bernama
Birds mengembangkan teori baru dengan memodifikasi teori Heinrich.
Konsep dasar teori dari Birds sama teori domino yaitu bahwa setiap
kecelakaan disebabkan oleh lima faktor yang berurutan
yaitu;manajemen,sumber penyebab dasar,gejala,kontak,dan kerugian. Teori
ini menekankan bahwa manajemen memegang peran penting dalam mengurangi
atau menghindari terjadinya kecelakaan. Bahkan Birds menyatakan bahwa
kesalahan manajemen merupakan penyebab utama terjadinya
kecelakaan,sementara tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak
aman (unsafe condition) merupakan penyebab langsung suatu kecelakaan.
Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Birds dinyatakan bahwa setiap
satu kecelakaan berat disertai oleh 10 kejadian kecelakaan ringan,30
kejadian kecelakaan yang menimbulkan kerusakan harta benda dan 600
kejadian-kejadian hampir celaka. Biaya yang dikeluarkan perusahaan
akibat kecelakaan kerja dengan membandingkan biaya langsung dan biaya
tak lansung adalah 1:5-50 dan dapat digambarkan ibarat puncak gunung es
dipermukaan laut. Yang sering terlihat dan diperhatikan dari suatu
kejadian adalah kerugian akibat biaya pengobatan dan biaya
konpensasi,sementara biaya lain yang jauh lebih besar seperti waktu
investigasi,kehilangan waktu produksi,cacat produksi,menurunya tingkat
kepercayaan pelanggan dan sebagainya jarang sekali menjadi perhatian
manajemen perusahaan.
1.2.Pentingnya Keselamatan Kerja.
Pada
tahun 2002,Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea
menyatakan keprihatinannya terhadap keselamatan kerja,dengan menyebutkan
bahwa kecelakaan kerja menyebabkan hilangnya 71 juta jam orang kerja
(71 juta jam yang seharusnya dapat secara produktif digunakan untuk
bekerja apabila pekerja-pekerja yang bersangkutan tidak mengalami
kecelakaan) dan kerugian laba sebesar 340 milyar rupiah.
Menteri
Tenagakerja dan Transmigrasi,DR.Ir.Erman Suparno,MBA,MSi,dalam
presentasinya pada acara sosialisasi revitalisasi pengawasan
ketenagakerjaan pada tanggal 1 April 2008 di kantor Depnakertrans
Jakarta mengatakan kecelakaan kerja di Indonesia menduduki pada urutan
ke-52 dari 53 negara di dunia,jumlah kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja sebanyak 65,474 kecelakaan. Dari kecelakaan tersebut
mengakibatkan meninggal 1,451 orang,cacat tetap 5,326 orang dan sembuh
tanpa cacat 58,697 orang. Dalam kesempatan tersebut Menakertrans juga
menyampaikan bahwa tingkat pelanggaran Peraturan Perundangan
Ketenagakerjaan pada tahun 2007 sebanyak 21,386 pelanggaran.
Fakta
tingginya kecelakaan kerja di Indonesia jangan di lihat sebagai takdir
yang tidak biasa diubah,karena kecekaan tidak terjadi begitu saja
seperti konsep-konsep terjadinya kecelakaan yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Setiap kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kelalaian
perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada keuntungan,dan
kegagalan pemerintah dalam meratifikasi konvensi keselamatan
internasional atau melakukan pemeriksaan terhadap pekerja merupakan dua
hal yang menjadi penyebab utama besarnya tingkat kecelakaan kerja di
Indonesia. Padahal sesungguhnya pemerintah dan menajemen perusahaan
berkewajiban melindungi dan menyediakan tempat kerja yang aman bagi
pekerja agar terhindar dari kecelakaan kerja. Ada tiga alasan utama
mengapa keselamatan kerja tersebut sangat penting yaitu:
- Keselamatan
kerja merupakan hak yang paling dasar bagi pekerja. Setiap pekerja
berhak mendapatkan perlindungan dan keamanan selama berkerja.
- Karena
keselamatan kerja tersebut merupakan Hak Asasi Pekerja maka perlu
dilindungi oleh Undang-Undang atau aturan-aturan hokum baik ditingkat
nasional maupun internasional.
- Tujuan perusahaan adalah
mendapatkan keuntungan,untuk mendukung tujuan tersebut faktor
keselamatan kerja menjadi penting untuk meningkatkan efisiensi dan
mengurangi kerugian akibat kecelakaan kerja.
1.3.Implemetasi Safety Model PDCA
Implementasi
keselamatan kerja dengan menggunakan model PDCA atau
Plan-Do-Check-Action merupakan implementasi secara sistematis dengan
prinsip dasar perbaikan terus menerus (continuous improvement). Model
ini sebenarnya banyak digunakan diberbagai aplikasi dan tidak hanya pada
program safety saja. Model PDCA dapat digunakan bilamana memulai
project baru,melakukan perubahan apakah pada system atau proses,ketika
melakukan pengembangan atau perbaikan system dan bilamana melakukan
perubahan apapun.
- Perencanaan (Plan);melakukan perencanaan
atau membuat program sesuai dengan tujuan dan permasalahan yang ada atau
berdasarkan OH&S Policy. Contoh:apa major accident yang mungkin
terjadi,apa penyebab atau sumber bahaya yang dapat menyebabkan major
accident tersebut dapat terjadi.
- Pelaksanaan (Do);melaksanakan
program-program atau rencana yang sudah di tetapkan pada tahap
perencanaan. Tahap ini merupakan tahapan paling penting karena akan
melibatkan semua departemen atau divisi terkait. Tahapan pelaksanaan ini
biasanya mengacu pada system manajemen atau prosedur yang ada.
Contoh:pelakasanaan tolok ukur untuk mengontrol bahaya (pelaksanaan work
permit),pelaksanaan manjemen K3.
- Pengecekan (Check);memastikan
bahwa semua program yang sudah ditetapkan berjalan sesuai dengan rencana
dan waktu yang sudah disepakati. Pengecekan dapat dilakukan dalam
bentuk audit atau manejemen review. Contoh:Memastikan bahwa work permit
digunakan secara benar.
- Tindakan (Action);melakukan perbaikan terhadap temuan atau kekurangan pelaksanaan program yang sudah ditetapkan.

Pada gambar dibawah ini dapat dilihat bagaimana model siklus PDCA dalam implementasi keselamatan kerja.
1.4.Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan
untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang
dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin
terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan
praktis secara sistimatis (systematic),dan dalam kerangka pikir kesistiman (system oriented).
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka,terlebih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada,kemudian perlu mengenali (identify) potensi bahaya tadi,keberadaannya,jenisnya,pola interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asess,evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control,manage)
untuk mengendalikan atau mengatasinya. Langkah langkah sistimatis
tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah sistimatis dalam
pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola
pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya
adalah bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya
mengendalikan risiko tersebut masing-masing bidang keilmuan akan
mempunyai pendekatan-pendekatan tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
Keselamatan
dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat
sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi,tentunya tidak secara
sembarangan penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan
atau di suatu organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan
dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik
dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dan perlu
dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada
diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar
organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman,efisien
serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak
menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
Perlunya
organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja
yang terintegrasi ini,dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan
telah menjadi peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan
panduan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia
panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3,sedang di Amerika OSHAS
1800-1,1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia disebut AS/NZ
480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri di
dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus
dibidang transportasi udara,industri minyak dan gas,serta instalasi
nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak
hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi,lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki
budaya sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan sehat.
1.5.Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3)
Dasar
hukum penerapan SMK3 ditempat kerja yang memperkerjakan sebanyak 100
orang atau lebih dan mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti ledakan,kebakaran,pencemaran dan penyakit
akibat kerja adalah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dan peraturan-peraturan pelaksanaanya yaitu:
i. Peraturan Menteri No. Per. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
ii. Peraturan Perundangan lainnya yang berkaitan dengan Peraturan Menteri tersebut diatas.
Salah
satu fungsi dari manajemen disemua tingkatan adalah kontrol. Ada tiga
faktor yang menyebabkan kurang baiknya kontrol dari manjemen,yaitu:
- Kebijakan K3 yang tidak tepat.
- Program K3 yang tidak memenuhi standar atau persayaratan
- Implementasi program yang tidak sepenuhnya di jalankan atau didukung oleh pekerja.
Secara garis besar program K3 meliputi hal-hal dibawah ini:
- Kepemimpinan dan administrasinya
- Manajemen K3 yang terpadu
- Pengawasan dan control
- Analisis pekerjaan dan procedural
- Penelitian dan analisis pekerjaan
- Training bagi pekerja
- Pelayanan kesehatan bagi pekerja
- Penyediaan alat pelindung diri (APD)
- Peningkatan kesadaran pekerja terhadap K3
- Sistem audit
- Laporan dan pendataan.
Dalam
era industri yang penuh dengan persaingan,penerapan manajemen K3
menjadi sangat penting untuk dijalankan secara sistematis dan terarah.
Pengalaman di Negara-negara lain menunjukan bahwa tren suatu pertumbuhan
dari system K3 adalah melalui fase-fase tertentu,yaitu fase
kesejahteraan,fase produktivitas kerja,dan fase toksikologi industri.
Saat ini penerapan K3 di Indonesia pada umumnya masih berada pada fase
paling bawah yaitu fase kesejahteraan. Sebagian kecil
perusahaan-perusahaan besar bertaraf internasional sudah mengarah pada
fase peningkatan produktivitas kerja. Misalnya program K3 yang
disesuaikan dengan sistem ergonomic (penyesuaian beban kerja/alat kerja
dengan kemampuan dan fisik pekerja) yang merupakan salah satu usaha
untuk mencetak para pekerja yang produktif.
Dalam konteks penyebab terjadinya kecelakaan akibat kerja dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor,diantaranya:
- Faktor
fisik,yang meliputi penerangan,suhu udara,kelembaban,laju rambat
udara,kebisingan,vibrasi mekanis,radiasi,tekanan udara,dan lain-lain.
- Faktor Kimia,yaitu berupa gas,cairan,uap,debu,asap,dan lain-lain.
- Faktor Biologi,baik berupa mikrorganisme,hewan dan tumbu-tumbuhan.
- Faktor Fisiologis,seperti konstruksi mesin,sikap,dan cara kerja.
- Faktor mental-fisiologis,yaitu susunan kerja,hubungan diantara pekerja atau dengan pengusaha,pemeliharaan kerja,dan sebagainya.
Semua
faktor-faktor diatas dapat mengganggu aktivitas kerja seseorang.
Misalnya penerangan yang kurang akan menyebabkan kelelahan pada mata.
Suara gaduh atau bising dapat berpengaruh pada daya ingat pekerja. Semua
itu dapat memicu terjadinya kecekaan kerja.
II.Process Safety Management (PSM)
2.1.OSHA Process Safety Management
PSM adalah merupakan suatu regulasi yang di keluarkan oleh
U.S. Occupational Safety and Health Administration
(OSHA),tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau
kejadian seperti kejadian yang sangat mengerikan di India pada tahun
1984,yaitu kasus Bhopal. OSHA mengusulkan suatu standar yang mengatur
cara penanganan bahan-bahan kimia berbahaya dan membuat suatu program
secara komprehensif dan terintegrasi kedalam proses teknologi,prosedur
dan manajemen praktis. Kemudian OSHA mengeluarkan suatu regulasi tentang
penanganan,penggunaan dan proses bahan-bahan Kimia yang sangat
berbahaya (Title 29 of
CFR Section 1910.119).
PSM
ini awalnya dibuat untuk melindungi sejumlah industri yang ditandai
dengan kode SIC,dimana prosesnya melibatkan lebih dari 5 ton bahan mudah
terbakar dan 140 bahan beracun dan reaktif,secara garis besar
persyaratan yang dibuat oleh OSHA PSM adalah sebagai berikut:
- Melakukan
analisa bahaya proses ditempat kerja untuk mengidentifikasi dan
mengontrol bahaya dan meminimalkan konsekuensi dari kecelakan yang
sangat parah atau fatal.
- Menyesuaikan control engineering
terhadap fasilitas dan peralatan produksi,proses,dan bahanbakuuntuk
mencegah kecelakaan yang fatal.
- Mengembangkan manajemen kontrol
sistem untuk mengendalikan bahaya,melindungi lingkungan dan memberikan
keselamatan dan kesehatan terhadap pekerja.
- Membuat administrasi
kontrol untuk perubahan fasilitas,prosedur operasi,keselamatan
kerja,training dan sebagainya untuk meningkatkan kesadaran pekerja
terhadap keselamatan kerja.
- Melakukan audit berkala untuk mengukur efektifitas PSM standar.
Elemen-elemen yang terdapat dalam OSHA PSM adalah sebagai berikut:
1. Process Safety Information
Membuat
prosedur informasi keselamatan mengenai identifikasi bahaya kimia dan
proses ditempat kerja,peralatan yang digunakan dan teknologi proses yang
digunakan.
2. Process Hazard Analysis
Melakukan
kajian bahaya ditempat kerja,termasuk identifikasi potensi sumber
kecelakaan dan kejadian kecelakaan yang pernah terjadi serta
memperkirakan dampak terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja.
3. Operating Procedures
Mengembangkan
dan mengimplementasikan prosedur operasi untuk proses kimia,termasuk
prosedur untuk masing tahap operasi,batasan operasi,dan pertimbangan
keselamatan dan kesehatan.
4. Employee Participation
Melakukan
konsultasi atau diskusi dengan pekerja atau perwakilan pekerja dalam
mengembangkan dan melakukan kajian bahaya di tempat kerja dan
perencanaan pencegahan kecelakaan dan memberikan kepada mereka akses
terhadap standar yang dibutuhkan.
5. Training
Semua
pekerja baik lama atau baru harus di training mengenai prosedur
operasi,prosedur keselamatan,prosedur emergensi dan seterusnya sesuai
dengan kebutuhan ditempat kerja.
6. Contractors
Memastikan kontraktor dan karyawan kontrak diberikan informasi dan training yang sesuai.
7. Pre-Startup Safety Review
Melakukan pre-startup review pada semua peralatan yang baru di install atau dimodifikasi.
8. Mechanical Integrity
Membuat
system perawatan untuk peralatan-peralatan yang kritikal,termasuk
prosedur tertulis,pelatihan pekerja,inspeksi dan pengujian untuk
memastikan semua peralatan berjalan baik.
9. Hot Work Permit
Hot work permit harus dikeluarkan atau digunakan untuk bekerja diarea panas.
10. Management of Change
Membuat procedur yang mengatur perubahan atau modifikasi proses,teknologi,peralatan,bahan baku dan prosedur kerja.
11. Incident Investigation
Melakukan instigasi terhadap semua potensi kecelakaan yang berpotensi atau dapat mengakibatkan kecelakaan besar di tempat kerja.
12. Emergency Planning and Response
Memberikan training atau pelatihan kepada pekerja dan kontraktor dalam mengahdapi keadaan darurat.
13. Compliance Audits
Melakukan review secara berkala terhadap kajian bahaya ditempat kerja dan sistem tanggap darurat.
14. Trade Secrete
Menyediakan
informasi kepada petugas yang bertanggung jawab atau diberi wewenang
yang berkaitan dengan bahaya proses,kimia,procedur operasi dan lain-lain
yang dibutuhkan termasuk informasi rahasia dagang jika diperlukan.
PSM
standar adalah merupakan suatu regulasi yang didasarkan pada
kinerja,dan pelaksanaannya sangatlah fleksibel dan dapat disesuaikan
atau dikembangkan sesuai dengan situasi masing-masing perusahaan. Hal
ini telah menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi dari regulasi
tersebut antara perusahaan-perusahaan dengan OSHA’s Compliance Safety
and Health Officers (CSHOs) sehingga menimbulkan kesalah pahaman dalam
pelaksanaanya. Untuk menanggulangi hal tersebut OSHA mengeluarkan
pedoman pelaksanaan dari PSM standar tersebut. Pedoman yang pertama
dikeluarkan tahun 1992 yaitu CPL 2-2.45A. Pedoman ini memasukan
informasi mengenai:
- Pendekatan OSHA untuk melakukan inspeksi pelaksanaan
- Kriteria untuk menyeleksi fasilitas untuk di inspeksi
- Pedoman audit PSM termasuk audit ceklist.
- Klarifikasi dan interpretasi dari PSM standar.
- Daftar acuan untuk untuk kesesuain pelaksanaan dengan PSM standar.
- Pedoman untuk persiapan inspeksi.
Pada
tahun 1994,OSHA kembali mengeluarkan pedoman untuk melengkapi pedoman
sebelumnya,yaitu CPL 2-2.45A CH-1. Dalam pedoman ini ditambahkan
klarifikasi teknis mengenai jadual inspeksi,update pedoman dan
pertanyaan mengenai keselamatan kontraktor,dan lebih penting adalah
klarifikasi dan interpretasi mengenai standar tersebut.
2.2.CCPS Process Safety Management
Definisi
PSM menurut CCPS adalah aplikasi dari prinsip-prinsip manajemen dan
sistem untuk mengidentifikasi,memahami,dan mengontrol bahaya proses
untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang berhubungan dengan proses
tersebut. Center for Chemical Process Safety (CCPS) dari the American
Institute of Chemical Engineers (
AIChE) mempublikasikan buku dengan judul ”
Guidelines for the Technical Management of Chemical Process Safety”
yang menjelaskan berbagai metoda untuk mengidentifikasi bahaya pada
fasilitas industri dan mengkuantifiaksi potensi keaparahan bahaya
tersebut. PSM standar dari OSHA pada bagian lampiran menekankan
penggunaan metoda yang dijelaskan dalam buku ini.
Terdapat 12 element didalam CCPS PSM,yaitu:
- Accountability:Objectives and Goals
- Continuity of Operations
- Continuity of Systems (resources
- and funding)
- Continuity of Organizations
- Company Expectations (vision or
- master plan)
- Quality Process
- Control of Exceptions
- Alternative Methods (performance
- vs. specification)
- Management Accessibility
- Communications
2. Process Knowledge and Documentation
- Process Definition and Design
- Criteria
- Process and Equipment Design
- Company Memory (management
- information)
- Documentation of Risk
- Management Decisions
- Protective Systems
- Normaland Upset Conditions
- Chemical and Occupational Health
- Hazards
3. Capital Project Review and Design
- Procedures (for new or existing plants,
- expansions,and acquisitions)
- Appropriate Request Procedures
- Risk Assessment for Investment
- Purposes
- Hazards Review (including worst
- credible cases)
- Siting (relative to risk management)
- Plot Plan
- Process Design and Review
- Procedures
- Project Management Procedures
4. Process Risk Management
- Hazard Identification
- Risk Assessment of Existing
- Operations
- Reduction of Risk
- Residual Risk Management (inplant emergency response and mitigation)
- Process Management during
- Emergencies
- Encouraging Client and Supplier
- Companies to Adopt Similar Risk
- Management Practices
- Selection of Businesses with
- Acceptable Risks
5. Management of Change
- Change of Technology
- Change of Facility
- Organizational Changes That May
- Have an Impact on Process
- Safety
- Variance Procedures
- Temporary Changes
- Permanent Changes
6. Process and Equipment Integrity
- Reliability Engineering
- Materials of Construction
- Fabrication and Inspection
- Procedures
- Installation Procedures
- Preventive Maintenance
- Process,Hardware,and Systems
- Inspections and Testing (pre-startup
- safety review)
- Maintenance Procedures
- Alarm and Instrument Management
- Demolition Procedures
7. Human Factors
- Human Error Assessment
- Operator/Process and Equipment
- Interfaces
- Administrative Controls versus
- Hardware
8. Training and Performance
- Definition of Skills and Knowledge
- Training Programs (e.g.,new
- employees,contractors,technical
- employees)
- Design of Operating and
- Maintenance Procedures
- Initial Qualification Assessment
- Ongoing Performance and
- Refresher Training
- Instructor Program
- Records Management
9. Incident Investigation
- Major Incidents
- Near-miss Reporting
- Follow-up and Resolution
- Communication
- Incident Recording
- Third-party Participation as Needed
10. Standards,Codes,and Laws
- Internal Standards,Guidelines,and
- Practices (past history,flexible
- performance standards,
- amendments,and upgrades)
- External Standards,Guidelines,and
- Practices
11. Audits and Corrective Actions
- Process Safety Audits and
- Compliance Reviews
- Resolutions and Close-out
- Procedures
12. Enhancement of Process Safety
- Knowledge
- Internal and External Research
- Improved Predictive Systems
- Process Safety Reference Library
2.1.Perbedaan dan Persamaan CCPS dan OSHA PSM
Kedua
sistem PSM ini baik yang dikeluarkan oleh OSHA maupun CCPS memiliki
tujuan yang sama yaitu mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan fatal
di tempat kerja. Meskipun demikian terdapat beberapa perbedaan dan
persamaan pada elemen-elemen masing-masing dengan tujuan untuk
memberikan penekanan pada poin-poin tertentu dan juga saling melengkapi
kedua standar ini. OSHA bahkan menekan untuk mengikuti pedoman aplikasi
PSM yang dikeluarkan oleh CCPS yang notabene mengandung elemen-elemen
PSM dari CCPS itu sendiri.
Tabel . Elemen-elemen PSM dari OSHA dan CCPS
PROGRAM ELEMENT
|
OSHA
|
CCPS
|
PROCESS SAFETY INFORMATION |
√
|
√
|
PROCESS HAZARD ANALYSIS |
√
|
√
|
OPERATING PROCEDURES |
√
|
√
|
PRESTART PRESTART-UP REVIEWS |
√
|
√
|
TRAINING |
√
|
√
|
MECHANICAL INTEGRITY |
√
|
√
|
MANAGEMENT OF CHANGE |
√
|
√
|
INCIDENT INVESTIGATION |
√
|
√
|
AUDITS |
√
|
√
|
SAFE WORK PRACTICES |
√
|
√
|
EMERGENCY PLANNING |
√
|
|
CONTRACTORS |
√
|
|
EMPLOYEE PARTICIPATION |
√
|
|
TRADE SECRETS |
√
|
|
EMPLOYEE FITNESS FOR DUTY |
|
|
MULTIPLE SAFE GUARDS |
|
|
Secara garis besar ada empat elemen OSHA yang tidak masukan oleh CCPS yaitu:
- Emergency planning
- Contractors
- Employee Participation
- Trade Secrete.
Sementara
10 elemen lainnya terdapat didalam kedua sistem ini baik OSHA maupun
CCPS akan tetapi penekanan pada masing-masing elemen terdapat perbedaan.